Kopi Halal, Tapi Waktu Itu Amanah

 

Dulu, Kopi Adalah Teman Ibadah dan Ilmu

Dalam sejarah Islam, kopi bukan sekadar minuman pengusir kantuk.
Ia lahir dari semangat ibadah.
Pada abad ke-15, para sufi di Yaman meminum kopi agar kuat beribadah malam (qiyamullail) dan fokus berdzikir kepada Allah.

Kopi lalu menyebar ke Makkah, Mesir, dan Istanbul.
Di masa itu, kopi menjadi teman bagi ulama dan pelajar yang mengkaji kitab hingga larut malam.
Kedai kopi pertama di dunia bahkan dikenal sebagai tempat diskusi ilmu, bukan tempat buang waktu.

Kopi dulu adalah “bahan bakar spiritual” —
sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan sekadar gaya hidup.


Sekarang, “Ngopi” yang Kehilangan Makna

Kini, makna ngopi bergeser jauh.
Kopi yang dulu menyalakan semangat ibadah, kini sering jadi simbol hiburan dan pelarian.

Kedai kopi menjamur di setiap sudut kota.
Banyak orang duduk berjam-jam di sana, bukan untuk berdiskusi atau belajar, melainkan sekadar menghabiskan waktu — ditemani gawai dan obrolan ringan.

Kopi tetap halal.
Ngobrol juga bukan dosa.
Namun, Islam mengajarkan kita untuk menilai setiap waktu yang kita habiskan.

Apakah ia mendekatkan kita pada kebaikan,
atau justru menjauhkan dari tujuan hidup yang hakiki?


Waktu: Amanah yang Akan Ditanya

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ada dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan waktu luang.
(HR. Bukhari)

Waktu adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban.
Bahkan jika kita tidak berbuat dosa, tapi juga tidak melakukan hal bermanfaat, itu tetap termasuk kerugian.

Allah SWT berfirman:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih,
dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.”
(QS. Al-‘Ashr: 1–3)

Kopi halal, tapi waktu luang yang dibiarkan tanpa makna bisa menjadi musibah yang tak terlihat.
Kita kehilangan kesempatan berbuat baik tanpa sadar.

Baca Juga  Amalan Hati yang Mendatangkan Pertolongan Allah

Ngopi Bisa Jadi Ibadah — Kalau Diniatkan dengan Benar

Islam tidak melarang menikmati hidup.
Bahkan, ngopi bisa menjadi ibadah jika disertai niat yang benar.

✅ Ngopi sambil silaturahmi dan saling menasihati.
✅ Ngopi sambil berdiskusi ilmu dan ide kebaikan.
✅ Ngopi sambil menenangkan diri dan merenung tentang hidup.

Itulah ngopi yang berpahala — bukan karena kopinya, tapi karena niat dan arah manfaatnya.

Namun, jika ngopi hanya untuk menghabiskan waktu, membicarakan orang lain, atau melupakan ibadah,
kita sedang menukar amanah Allah dengan kesia-siaan.


Sering terdengar kalimat seperti:

“Uang saya sendiri, terserah mau saya buat ngopi.
Kan halal, cuma ngobrol sama teman.”

Benar, halal. Tapi Islam mengajarkan bahwa semua yang kita miliki — termasuk waktu, tenaga, dan harta — adalah titipan Allah.
Kita bebas menggunakannya, tapi akan tetap dimintai pertanggungjawaban.

Ngopi bukan masalah, tapi ketika waktu, tenaga, dan harta bisa digunakan untuk sesuatu yang lebih bernilai,
apakah bijak jika kita terus menukar waktu berharga dengan kesenangan sesaat?


Renungan: Ulama Dulu Ngopi untuk Ibadah, Kita Ngopi untuk Apa?

Ulama dan pelajar Islam dulu menjadikan kopi sebagai sarana menjaga semangat.
Mereka ngopi agar kuat beribadah dan menambah ilmu.
Kita hari ini — apakah ngopi kita masih punya arah yang sama?

Kopi halal, tapi waktu itu mahal.
Setiap tegukan seharusnya mengingatkan kita:
hidup ini singkat, dan setiap detik adalah peluang untuk menanam amal jariyah.

“Kopi bisa jadi ibadah,
tapi hanya jika ia membuatmu lebih dekat kepada Allah.”


Kopi bukan musuh.
Yang perlu diwaspadai adalah kelalaian di antara tegukannya.
Gunakan waktu untuk hal-hal yang mendekatkan kita pada Allah, memperbaiki diri, dan menebar manfaat bagi sesama.

Baca Juga  Tips Menggunakan Kartu Kredit untuk Mengoptimalkan Gaji

Karena sejatinya, bukan seberapa sering kita ngopi,
tapi seberapa berarti waktu yang kita habiskan.