Setiap manusia pasti pernah mengalami musibah. Entah itu kehilangan, kegagalan, kekecewaan, atau penderitaan lainnya. Musibah adalah bagian dari hidup yang tak terelakkan. Namun yang membedakan satu orang dengan yang lain adalah bagaimana ia menyikapi musibah itu.

Dalam ajaran Islam, ketika musibah datang, yang pertama kali harus dilakukan adalah bersabar dan mengevaluasi diri. Bahkan jika kita merasa ada kesalahan orang lain yang berperan dalam musibah itu, tetaplah kembali kepada introspeksi, karena bisa jadi ada hikmah atau teguran dari Allah atas kelalaian atau dosa yang tidak kita sadari.


1. Musibah adalah Ujian dan Teguran dari Allah

Allah tidak mungkin menurunkan musibah tanpa sebab. Dalam banyak ayat Al-Qur’an, musibah disebut sebagai ujian untuk mengukur keimanan, teguran atas dosa, atau pembersih jiwa dari kesalahan.

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (kesalahan).”

(QS. Asy-Syura: 30)

Ayat ini mengingatkan bahwa musibah sering kali datang sebagai akibat dari dosa yang kita lakukan, baik yang kita sadari maupun tidak. Maka sikap yang paling bijak adalah merenung, meminta ampun, dan berusaha memperbaiki diri.


2. Introspeksi: Cermin Hati Orang Beriman

Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, apalagi menyalahkan takdir. Sebaliknya, beliau mendorong agar setiap muslim memanfaatkan momen musibah untuk melihat ke dalam diri.

“Seorang mukmin itu cerdas dan waspada. Ia mengambil pelajaran dari setiap kejadian.”
(HR. Tirmidzi – meskipun hadits ini statusnya lemah, namun secara makna selaras dengan prinsip Islam)

Dan dalam hadits lain:

“Tidaklah seorang mukmin ditimpa suatu musibah, walau hanya tertusuk duri, kecuali Allah akan menghapus dosanya karenanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Ini menunjukkan bahwa musibah adalah momen pembersihan jiwa, dan hanya akan bermanfaat jika disikapi dengan kesabaran dan muhasabah (introspeksi).


3. Teladan Para Sahabat: Menyikapi Musibah dengan Taubat dan Perbaikan Diri

Kisah tentang gempa bumi yang terjadi di Madinah pada masa pemerintahan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu memang terdapat dalam literatur Islam klasik. Dalam Al-Muṣannaf karya Ibnu Abī Syaibah (juz 2, hlm. 358, no. 10701), diriwayatkan bahwa ketika terjadi gempa bumi di Madinah, Umar berkata:

“Wahai manusia, betapa cepatnya kalian berbuat hal-hal yang baru (maksiat). Jika ini terulang lagi, aku tidak akan tinggal bersama kalian di sini.”

Pernyataan ini menunjukkan bahwa Umar melihat gempa sebagai peringatan dari Allah dan mendorong masyarakat untuk melakukan introspeksi dan bertobat. Riwayat ini juga disebutkan dalam sumber lain seperti Al-Muntazam karya Ibnul Jauzi dan Al-Majalis al-Saniyyah karya Ahmad bin Syaikh Hijazi.


4. Musibah Bukan Sekadar Derita, Tapi Jalan Menuju Perbaikan

Musibah bisa menjadi rahmat tersembunyi. Ia menghentikan kita dari kesombongan, membungkam kelalaian, dan menyadarkan bahwa kita lemah dan butuh Allah. Dalam proses itulah, kita dibersihkan, dikuatkan, dan diarahkan menuju kebaikan.

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedangkan mereka belum diuji?”
(QS. Al-Ankabut: 2)


5. Apa yang Bisa Kita Lakukan Saat Ditimpa Musibah?

Berikut langkah-langkah yang dianjurkan:

  1. Bersabar dan menerima takdir Allah.

  2. Segera introspeksi dan memohon ampun kepada Allah.

  3. Jangan menyalahkan orang lain sebelum melihat diri sendiri.

  4. Perbaiki hubungan dengan Allah dan sesama manusia.

  5. Ambil pelajaran dari kejadian tersebut untuk menjadi pribadi yang lebih baik.


Introspeksi Itu Tanda Kematangan Iman

Menyalahkan orang lain itu mudah. Tetapi melihat ke dalam diri sendiri, mencari tahu apakah ada andil kesalahan pribadi, itulah tanda kematangan iman. Rasulullah ﷺ dan para sahabat tidak pernah lepas dari ujian, namun mereka senantiasa memulai dari diri mereka sendiri.

Mari kita biasakan untuk bertanya kepada diri sendiri lebih dulu sebelum menunjuk ke luar:
“Apakah ini cara Allah menegurku? Apakah aku sudah terlalu jauh dari-Nya?”

Dengan cara ini, musibah bisa menjadi jembatan menuju perbaikan hidup dan kedekatan dengan Allah

Dunia menyaksikan—hari demi hari, bulan demi bulan—derita tak berkesudahan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina, Uyghur, Rohingya, Kashmir, dan berbagai negeri Islam lainnya. Mereka terus berjuang melawan penjajahan, ketidakadilan, dan penindasan, sementara sebagian dari kita… memilih diam.

Mungkin bukan karena benci. Boleh jadi karena merasa tak berdaya. Atau karena hati ini sudah terlalu lelah, lalu berkata, “Apa sih efeknya kalau saya sendiri yang peduli?”

Namun, mari kita ingat—Islam bukan hanya agama ibadah pribadi. Ia adalah ajaran tentang ukhuwah, kepedulian, dan pembelaan terhadap kebenaran.

  1. Ukhuwah Islamiyah: Kita Bersaudara Rasulullah ﷺ bersabda:

“Perumpamaan kaum Mukminin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi adalah seperti satu tubuh; jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh turut merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim)

Dan beliau juga mengingatkan dalam sebuah hadis yang sering dikutip:

“Barang siapa tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka ia bukan bagian dari mereka.” (HR. Thabrani)

Meski hadis ini dinilai lemah oleh sebagian ulama, pesan moralnya tetap kuat: seorang Muslim tidak layak menutup mata terhadap penderitaan saudaranya.

  1. Keadilan Bukan Sekadar Pilihan, Tapi Kewajiban Allah ﷻ memerintahkan dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan serta memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, mungkar, dan permusuhan.” (QS. An-Nahl: 90)

Diam terhadap kezaliman adalah bentuk pembiaran. Dan membiarkan ketidakadilan terus berlangsung sama saja dengan menolak perintah Allah untuk menegakkan keadilan.

  1. Jangan Remehkan Doa dan Dukungan Sebagian kita merasa, “Saya cuma orang biasa. Tak bisa bantu apa-apa.” Tapi ketahuilah, dalam Islam:

“Doa adalah senjata bagi orang beriman.” (HR. Hakim)

Doa, dukungan moral, menyebarkan kesadaran, bahkan tindakan kecil seperti boikot, adalah bentuk kepedulian nyata. Jangan tunggu jadi tokoh besar atau aktivis panggung. Lakukan yang kita bisa.

  1. Boikot dan Aksi Kecil Itu Penting Memang ada yang beranggapan, “Ah, boikot sendirian, apa pengaruhnya?” Tapi mari renungkan:
  • Efek Kolektif: Jika jutaan orang berpikir seperti itu, maka tidak ada apa-apa yang terjadi. Tapi jika jutaan bergerak bersama, dampaknya akan terasa. Bukankah perubahan selalu berawal dari gerakan kecil yang konsisten?
  • Simbol Solidaritas: Boikot bukan cuma soal uang, tapi simbol bahwa kita tidak tinggal diam terhadap penindasan. Ini adalah pesan moral yang kuat.
  • Menginspirasi Orang Lain: Tindakan kita mungkin sederhana, tapi bisa menggerakkan yang lain untuk peduli. Gelombang besar dimulai dari riak kecil.
  1. Lakukan yang Kita Mampu, Jangan Diam Sepenuhnya Dalam kaidah fikih, para ulama mengatakan:

“Idza lam yastathi’ al-makafulu kullahu, laa yaskutu ‘anhu fi’lu kullihi.”

Artinya: “Jika seseorang tidak mampu melakukan semuanya, maka jangan ditinggalkan seluruhnya.”

Kita mungkin tidak bisa membantu secara total. Tapi bukan berarti kita tidak bisa membantu sama sekali. Kirim doa. Edukasi orang terdekat. Berdonasi semampu kita. Hindari produk yang menyakiti saudara kita. Lakukan yang mampu kita lakukan.

  1. Jawaban bagi yang Beralasan: “Kasihan yang Kerja di Perusahaan Itu” Alasan seperti itu memang sering terdengar—yaitu kekhawatiran bahwa boikot produk yang terafiliasi dengan Israel bisa berdampak pada saudara-saudara kita sendiri yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut. Namun, ini bisa dijawab dengan beberapa poin berikut secara bijak dan adil:
  • Fokus pada Sistem, Bukan Individu: Boikot bukan ditujukan kepada individu pekerja, tapi kepada sistem atau korporasi yang secara nyata mendukung penjajahan dan penindasan.
  • Pekerjaan Bisa Dicari, Nyawa Tidak: Kita tentu peduli pada saudara-saudara kita yang bekerja di perusahaan-perusahaan itu. Namun, di Palestina dan negeri tertindas lainnya, yang dipertaruhkan adalah nyawa dan masa depan jutaan orang.
  • Kesadaran dan Transisi: Boikot tidak harus frontal atau mendadak. Kita bisa mengurangi perlahan, sambil mengajak dialog dan memberi pemahaman kepada sesama agar bisa berpindah ke sektor yang lebih adil.
  • Kaidah Fikih: “Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih” (Menghindari kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil manfaat).
  • Belajar dari Sejarah: Boikot pernah menjadi alat efektif, seperti dalam melawan apartheid Afrika Selatan. Ada pengorbanan, tapi demi kemenangan bersama.

Kepedulian terhadap saudara sebangsa dan seiman yang bekerja di perusahaan tersebut tetap penting. Tapi kepedulian itu tidak boleh membungkam keadilan. Justru ini kesempatan untuk mengajak mereka berpikir dan berjuang bersama.

“Jika kita tidak bisa membantu Palestina secara langsung, jangan sampai kita justru menjadi bagian dari sistem yang menyakitinya.”

  1. Jangan Jadi Bagian dari Kebisuan yang Menyakitkan Imam Al-Ghazali pernah mengingatkan:

“Sebuah negeri akan hancur bukan hanya karena banyaknya orang jahat, tetapi karena diamnya orang-orang baik.”

Maka jangan diam. Karena diam kita bisa menyuburkan kezhaliman. Setidaknya, jadilah saksi yang berkata, “Aku tidak setuju.” Jadilah suara untuk mereka yang dibungkam. Jadilah bagian dari gelombang kebaikan yang terus bergerak.

Kepedulian Itu Bagian dari Iman

Hari ini mungkin kita merasa aman, jauh dari peluru dan penindasan. Tapi siapa tahu esok, kita yang membutuhkan kepedulian? Maka jangan tunda berbuat baik.

Buka hati. Ajak keluarga dan teman peduli. Lakukan sekecil apa pun. Karena di hadapan Allah, bukan seberapa besar yang kita lakukan—tetapi seberapa tulus dan serius kita melakukannya.

Semoga Allah ﷻ menjaga hati kita tetap lembut dan peka terhadap derita saudara-saudara kita.

Wallahu a’lam.

Dalam kehidupan, kita sering menghadapi berbagai ujian, termasuk kesulitan finansial, masalah keluarga, atau kebingungan dalam mengambil keputusan. Namun, sebagai hamba Allah, kita harus yakin bahwa pertolongan Allah itu nyata, pertolongan Allah itu dekat, dan pertolongan Allah pasti datang pada saat yang tepat. Bahkan, pertolongan Allah datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Lalu, bagaimana cara agar kita bisa mendapatkan pertolongan Allah, terutama ketika berada dalam kesulitan?

Salah satu cara paling ampuh adalah dengan memperbaiki amalan hati. Banyak orang fokus pada amalan fisik seperti shalat, sedekah, dan puasa, tetapi sering melupakan kekuatan amalan hati yang bisa mendatangkan pertolongan Allah di saat sulit.

1. Tawakal (Berserah Diri kepada Allah)

Allah berfirman:

“Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya.” (QS. At-Talaq: 3)

Tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi menyerahkan hasil akhir kepada Allah setelah berusaha semaksimal mungkin. Pertolongan Allah sangat dekat bagi mereka yang benar-benar bertawakal. Jika kamu sedang terlilit hutang atau dalam kondisi sulit, bertawakallah kepada Allah dengan keyakinan penuh bahwa Dia akan memberikan jalan keluar.

2. Ikhlas dalam Beramal

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali yang dilakukan dengan ikhlas dan mengharap wajah-Nya.” (HR. An-Nasa’i)

Ikhlas berarti melakukan segala sesuatu hanya karena Allah, bukan untuk mendapatkan pujian manusia. Orang yang ikhlas akan senantiasa mendapatkan bantuan Allah dalam hidupnya.

3. Husnudzon (Berprasangka Baik kepada Allah)

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku.” (HR. Bukhari & Muslim)

Ketika pertolongan Allah tak kunjung datang, jangan berburuk sangka kepada-Nya. Justru, semakin berat ujian, semakin dekat pertolongan Allah. Yakinlah bahwa setiap kesulitan akan diikuti dengan kemudahan.

4. Sabar dalam Menghadapi Ujian

Allah berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)

Sabar bukan hanya diam menerima, tetapi tetap berusaha dengan penuh ketenangan dan keyakinan. Pertolongan Allah datang tepat pada waktunya, sering kali saat kita sudah hampir menyerah.

5. Syukur atas Segala Nikmat

Allah berfirman:

“Jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah nikmat kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7)

Banyak orang lupa bahwa memohon pertolongan kepada Allah bisa dilakukan dengan cara bersyukur. Jika kita menghargai nikmat yang sudah diberikan, Allah akan menambah dan mempermudah urusan kita.

6. Memaafkan dan Lapang Dada

Allah berfirman:

“Maka maafkanlah mereka dan biarkanlah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Maidah: 13)

Memaafkan orang lain akan membuka pintu pertolongan Allah. Jangan biarkan dendam dan kebencian menutup rezeki dan bantuan-Nya.

7. Menyesali Perbuatan Dosa

Allah berfirman:

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat kepadamu, memperbanyak harta dan anak-anakmu.” (QS. Nuh: 10-12)

Menyesali perbuatan dosa dan kembali kepada Allah dengan hati yang tulus adalah cara memohon pertolongan kepada Allah SWT yang paling ampuh. Pertolongan Allah datang di saat yang tepat kepada mereka yang benar-benar bertaubat dan kembali kepada-Nya.


Allah adalah Maha Pemberi Pertolongan, dan Dia tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya yang selalu mendekat kepada-Nya. Jika kamu merasa kesulitan, jangan hanya mencari solusi duniawi, tetapi perbaiki juga amalan hati.

Coba tanyakan pada diri sendiri:

  • Apakah aku sudah benar-benar bertawakal?
  • Apakah aku ikhlas dalam beribadah?
  • Apakah aku memiliki prasangka baik kepada Allah?
  • Apakah aku cukup sabar dalam menghadapi ujian?
  • Apakah aku bersyukur atas nikmat yang kecil sekalipun?
  • Apakah aku mudah memaafkan orang lain?
  • Apakah aku menyesali dosa-dosaku dan bertekad untuk tidak mengulanginya?

Jika kamu memperbaiki hati, pertolongan Allah pasti datang, sering kali dari arah yang tidak disangka-sangka. Mari kita perbanyak memohon pertolongan hanya kepada Allah dengan hati yang bersih dan penuh keyakinan. Semoga Allah selalu memberikan pertolongan-Nya kepada kita semua. Aamiin.

Puasa Ramadhan merupakan ibadah wajib bagi umat Islam yang harus dijalankan dengan penuh kesungguhan. Namun, ada beberapa perkara yang membatalkan puasa yang harus diketahui agar ibadah tetap sah dan diterima oleh Allah SWT.

Berikut adalah 10 yang membatalkan puasa yang wajib kamu ketahui:


1. Makan dan Minum dengan Sengaja

Jika seseorang makan atau minum dengan sengaja, maka puasanya batal. Namun, jika hal ini dilakukan karena lupa, maka puasanya tetap sah dan boleh dilanjutkan.

Dalil:

“Barang siapa yang lupa dalam keadaan berpuasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minuman.” (HR. Bukhari & Muslim)


2. Berhubungan di Bulan Ramadhan

Melakukan hubungan suami istri di bulan Ramadhan saat siang hari membatalkan puasa dan wajib membayar kafarat berupa puasa selama dua bulan berturut-turut, atau jika tidak mampu, memberi makan 60 orang miskin.

Dalil:

“Barang siapa di antara kalian yang melakukan hubungan suami istri pada siang hari bulan Ramadhan, maka ia wajib membayar kafarat.” (HR. Muslim)


3. Muntah dengan Sengaja

Jika seseorang muntah dengan sengaja, maka puasanya batal. Namun, jika muntah terjadi tanpa disengaja, maka puasanya tetap sah.

Dalil:

“Barang siapa yang muntah tanpa disengaja maka tidak ada qadha baginya, dan barang siapa yang muntah dengan sengaja maka ia wajib mengqadha.” (HR. Abu Dawud & Tirmidzi)


4. Haid dan Nifas bagi Wanita

Wanita yang mengalami haid atau nifas di siang hari puasanya batal dan wajib menggantinya di hari lain setelah Ramadhan.

Dalil:

“Bukankah jika wanita sedang haid ia tidak shalat dan tidak berpuasa?” (HR. Bukhari & Muslim)


5. Mengeluarkan Mani dengan Sengaja

Jika seseorang mengeluarkan mani karena masturbasi, bercumbu, atau hal lain yang disengaja, maka puasanya batal dan ia wajib mengganti puasa Ramadhan setelah Ramadhan selesai.

Dalil:

“Puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan syahwat.” (HR. Bukhari & Muslim)


6. Murtad (Keluar dari Islam)

Jika seseorang keluar dari Islam (murtad), maka seluruh amal ibadahnya batal, termasuk puasa Ramadhan.

Dalil:

“Dan barang siapa di antara kamu murtad dari agamanya, lalu ia mati dalam kekafiran, maka sia-sia amal mereka di dunia dan akhirat.” (QS. Al-Baqarah: 217)


7. Menggunakan Obat dengan Cara yang Masuk ke dalam Tubuh

Menggunakan obat yang masuk ke dalam tubuh seperti infus nutrisi atau suntikan yang bersifat makanan dapat membatalkan puasa karena menggantikan fungsi makan dan minum.

Dalil:

“Puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkan dari terbit fajar hingga terbenam matahari.” (HR. Bukhari & Muslim)


8. Mengeluarkan Darah dengan Sengaja (Bekam dan Donor Darah)

Sebagian ulama menyatakan bahwa bekam dan donor darah bisa membatalkan puasa jika menyebabkan tubuh menjadi lemah.

Dalil:

“Orang yang membekam dan yang dibekam batal puasanya.” (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)


9. Menangis Membatalkan Puasa?

Menangis biasa tidak membatalkan puasa, tetapi jika menangis berlebihan hingga menyebabkan muntah atau lemas, maka puasanya bisa batal.


10. Merokok dan Vape Saat Puasa

Rokok, vape, atau menghirup asap yang masuk ke dalam paru-paru secara sengaja dianggap membatalkan puasa, karena masuknya zat ke dalam tubuh seperti makan dan minum.

Dalil:

“Setiap yang masuk ke dalam tubuh dan memberikan nutrisi dapat membatalkan puasa.” (Fatwa Ulama)


Menjaga keabsahan puasa Ramadhan sangat penting agar ibadah diterima oleh Allah SWT. 10 yang membatalkan puasa ini harus diperhatikan agar kita bisa menjalankan ibadah dengan benar dan mendapatkan pahala yang maksimal. Jika tanpa sengaja melakukan sesuatu yang membatalkan puasa, segera bertaubat dan menggantinya dengan qadha atau kafarat sesuai ketentuan syariat.

Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua. Aamiin.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan dan kemuliaan. Tidak hanya sebagai bulan ibadah, tetapi juga sebagai waktu yang dipenuhi dengan keutamaan luar biasa. Keutamaan Ramadhan ini menjadi alasan mengapa umat Islam di seluruh dunia begitu menantikannya.

Berikut adalah 10 keutamaan bulan Ramadhan yang perlu kamu ketahui:

1. Bulan Diturunkannya Al-Qur’an

Ramadhan adalah bulan istimewa karena di dalamnya Al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagai petunjuk bagi umat manusia. Hal ini disebutkan dalam firman Allah:

“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia…” (QS. Al-Baqarah: 185)

2. Puasa Ramadhan sebagai Bentuk Ketaatan

Puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang telah baligh dan mampu. Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih kesabaran serta meningkatkan ketakwaan kepada Allah.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

3. Malam Lailatul Qadar yang Lebih Baik dari 1000 Bulan

Salah satu keutamaan bulan Ramadhan yang paling istimewa adalah adanya Malam Lailatul Qadar. Malam ini lebih baik dari seribu bulan dan barang siapa yang mendapatkannya, maka ia memperoleh pahala yang luar biasa.

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 1-3)

4. Pahala Amalan Diberlipatgandakan

Amalan di bulan Ramadhan memiliki keutamaan lebih dibandingkan di bulan lainnya. Setiap ibadah seperti membaca Al-Qur’an, shalat, sedekah, hingga berbuat baik kepada sesama akan dilipatgandakan pahalanya.

“Barang siapa yang melakukan amalan sunnah di bulan Ramadhan, maka pahalanya seperti melakukan amalan wajib di bulan lainnya. Dan barang siapa yang melakukan amalan wajib, maka pahalanya dilipatgandakan 70 kali.” (HR. Ibnu Khuzaimah)

5. Bulan Penuh Ampunan dan Penghapus Dosa

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh rahmat dan ampunan. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari & Muslim)

6. Pintu Surga Dibuka, Pintu Neraka Ditutup

Dalam bulan Ramadhan, Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ketika bulan Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari & Muslim)

7. Doa Mustajab di Bulan Ramadhan

Salah satu keutamaan bulan Ramadhan adalah doa yang lebih mudah dikabulkan. Terutama pada waktu berbuka puasa dan di sepertiga malam terakhir.

“Tiga orang yang doanya tidak tertolak: orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang dizalimi.” (HR. Tirmidzi)

8. Bulan Berbagi dan Sedekah yang Dilipatgandakan

Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan amalan sosial seperti berbagi makanan berbuka puasa, sedekah Al-Qur’an, hingga berbagi bahan pokok untuk dhuafa. Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan.

“Sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi)

9. Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental

Selain manfaat spiritual, puasa Ramadhan juga memiliki manfaat kesehatan. Puasa dapat membantu detoksifikasi tubuh, mengatur metabolisme, dan meningkatkan kesehatan mental dengan mengurangi stres.

10. Penghapus Dosa dengan Ibadah yang Konsisten

Tidak hanya puasa, ibadah lain seperti tarawih, membaca Al-Qur’an, dan memperbanyak doa juga menjadi cara untuk menghapus dosa-dosa kita di masa lalu.


Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah dengan keutamaan yang sangat besar. Keutamaan-keutamaan ini seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk meningkatkan ibadah, berbuat baik, dan semakin mendekatkan diri kepada Allah.

Sudahkah kamu mempersiapkan diri untuk meraih semua keutamaan bulan Ramadhan tahun ini?

Fidyah adalah kewajiban bagi mereka yang tidak bisa menjalankan puasa Ramadhan dan tidak memiliki harapan untuk menggantinya di lain waktu, seperti orang sakit menahun atau lansia. Namun, bagaimana jika seseorang lupa berapa jumlah hari puasa yang ditinggalkan?

Dalam Islam, prinsip utama dalam ibadah adalah berusaha semaksimal mungkin dalam menjalankan kewajiban, termasuk dalam hal membayar fidyah. Berikut adalah panduan berdasarkan pendapat para ulama.

1. Mengingat dengan Usaha Maksimal

Seseorang yang lupa jumlah hari puasanya harus berusaha mengingat dengan cara:

  • Menghitung kembali kondisi kesehatannya saat Ramadhan sebelumnya.
  • Mengingat catatan atau kejadian penting yang mungkin berhubungan dengan hari-hari ia tidak berpuasa.
  • Berdiskusi dengan keluarga atau orang terdekat yang mungkin mengingat kondisi tersebut.
  • Jika setelah berusaha maksimal tetap tidak bisa memastikan jumlahnya, maka masuk ke langkah berikutnya.

2. Mengambil Estimasi (Taqrib) Jumlah Hari yang Ditanggung

Para ulama sepakat bahwa dalam kondisi seperti ini, seseorang harus berijtihad (berusaha memperkirakan) jumlah hari dengan sebaik-baiknya.

Pendapat Ulama:
Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ menyatakan:

“Jika seseorang ragu dalam jumlah utang puasanya, maka ia wajib mengambil jumlah yang lebih pasti (jumlah terbanyak yang ia perkirakan).”

Prinsip ini juga diterapkan dalam kaidah fikih:

“Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan.”
(Al-Yaqīn Lā Yazūl bi Asy-Syak)

Solusi:
Jika seseorang ragu antara 10 atau 15 hari, maka ambillah angka 15 agar lebih yakin telah menunaikan kewajiban.

3. Cara Membayar Fidyah

Setelah menentukan jumlah hari yang ditinggalkan, fidyah bisa dibayar dengan tiga cara:

A. Memberikan Makanan Siap Santap

1 hari puasa yang ditinggalkan = 1 orang miskin diberi makanan

Misalnya, seseorang memiliki fidyah 15 hari, maka ia harus menyediakan 15 porsi makanan siap santap untuk fakir miskin.

Makanan bisa berupa nasi dengan lauk pauk yang layak.

B. Memberikan Bahan Pokok (Beras/Sejenisnya)

1 hari puasa yang ditinggalkan = 1 mud beras (±750 gram)

Jika utangnya 15 hari, ia bisa memberikan 15 mud beras (±11,25 kg beras) kepada fakir miskin.

C. Menggunakan Uang (Pendapat Mazhab Hanafi)

Beberapa ulama membolehkan fidyah dibayarkan dalam bentuk uang, sesuai harga makanan yang layak untuk fakir miskin.

Misalnya, jika satu kali makan membutuhkan Rp28.000, maka fidyah untuk 15 hari adalah 15 × Rp28.000 = Rp420.000.

Namun, dalam mazhab Syafi’i dan Hambali, fidyah lebih diutamakan dalam bentuk makanan.

4. Kapan Fidyah Harus Dibayarkan?

Fidyah sebaiknya dibayar sebelum Ramadhan berikutnya.

Namun, jika belum mampu, bisa dibayar bertahap atau saat memiliki kecukupan rezeki.

 

Mudahnya Membayar Fidyah Secara Online

Kini, membayar fidyah menjadi lebih mudah dan praktis dengan layanan online seperti BMT ANDA. Anda tidak perlu repot mencari fakir miskin secara langsung, karena fidyah Anda akan disalurkan kepada yang berhak melalui lembaga zakat terpercaya.

Mengapa Memilih BMT ANDA?

✅ Tepat Sasaran – Fidyah Anda disalurkan langsung kepada fakir miskin yang membutuhkan.

✅ Praktis & Cepat – Bisa dilakukan kapan saja dan dari mana saja.

✅ Transparan – Anda akan mendapatkan laporan penyaluran fidyah.

Bayar fidyah Anda sekarang melalui BMT ANDA!
Klik di sini untuk menunaikan fidyah Anda

 

Kesimpulan

  • Berusaha mengingat jumlah hari puasa yang ditinggalkan.
  • Jika lupa, ambil estimasi jumlah terbanyak agar lebih yakin.
  • Fidyah bisa dibayarkan dalam bentuk makanan siap santap, bahan pokok, atau (menurut mazhab Hanafi) uang.
  • Dibayar sebelum Ramadhan berikutnya, atau bertahap jika belum mampu.

Dengan adanya layanan pembayaran fidyah online melalui BMT ANDA, Anda dapat menunaikan kewajiban ini dengan lebih mudah dan sesuai dengan tuntunan syariat. Jangan tunda lagi, tunaikan fidyah Anda sekarang!