Dari Dana Sosial ke Bisnis Produktif

Di tengah tantangan lembaga keuangan mikro syariah yang semakin kompleks—margin yang menipis, risiko pembiayaan yang meningkat, serta persaingan program pemerintah—perlu dipikirkan ulang bagaimana lembaga seperti BMT bisa menjaga keberlanjutan dan pertumbuhannya. Salah satu jalur yang mulai dilirik, namun belum banyak dikembangkan secara serius, adalah mengarahkan dana sosial (zakat, infak, sedekah, dan wakaf) menjadi arus ekonomi produktif.

Pendekatan ini bukan hal baru. Namun dalam banyak BMT, ia sering berhenti pada level konsep. Padahal, jika diintegrasikan secara strategis, dana sosial bisa menjadi modal awal kelahiran unit usaha sosial yang sehat dan berdampak, bahkan menopang keberlangsungan bisnis BMT itu sendiri.


Mengapa Perlu Bergerak Sekarang?

Kondisi ekonomi masyarakat pasca pandemi masih belum stabil. Sementara itu, muncul kompetitor kuat dari lembaga perbankan negara yang menawarkan KUR 3% per tahun, sangat sulit disaingi oleh lembaga mikro seperti BMT yang margin pembiayaannya harus menutup risiko tinggi.

Di sisi lain, sebagian besar mustahik yang dibantu Baitul Maal tidak mendapatkan jalan keluar permanen. Mereka kembali pada ketergantungan bantuan konsumtif yang berulang. Dalam kondisi seperti ini, peran strategis pimpinan BMT untuk menggerakkan sinergi sosial-ekonomi menjadi kunci.


Mengubah Dana Sosial Menjadi Basis Ekonomi Produktif

Langkah pertama adalah menyadari bahwa ZISWaf bukan hanya untuk dibagikan, tapi juga bisa menjadi stimulus awal untuk membangun:

  • Unit usaha binaan bersama dhuafa

  • Inkubasi UMKM berbasis komunitas

  • Koperasi mitra atau lembaga bisnis cabang

  • Program kemitraan agribisnis, peternakan, ritel, atau jasa

Semua ini tidak terjadi seketika. Tapi langkah awalnya bisa dimulai dari skema pembinaan usaha mikro dari mustahik menjadi pelaku usaha yang dibina secara bertahap, hingga layak naik kelas menjadi mitra BMT.

Baca Juga  Keutamaan Puasa Ramadhan: Mengapa Bulan Ini Begitu Istimewa?

Apa Peran Pimpinan BMT?

Bukan sekadar menyetujui proposal yang datang dari bawah, tapi membangun visi kelembagaan jangka panjang, dengan langkah seperti:

  • Mendorong terbentuknya unit usaha pemberdayaan di bawah yayasan, koperasi sekunder, atau entitas sosial mitra

  • Memfasilitasi pendampingan dan pelatihan mustahik agar tidak hanya diberi bantuan, tapi diberi jalan untuk berdaya

  • Menjamin keberlanjutan usaha binaan melalui pembiayaan lanjutan dari unit Tamwil, setelah fase inkubasi sosial berhasil

  • Membuka akses pasar dan ekosistem yang dibutuhkan agar usaha tidak hanya berdiri, tapi juga berkembang

Semua ini tentu memerlukan proses, regulasi, dan pengawalan yang tidak ringan. Tapi jika tidak dimulai sekarang, maka BMT akan terus berjalan dalam pusaran margin sempit dan keterbatasan pertumbuhan.


Langkah Strategis yang Bisa Dipertimbangkan

  • Bentuk pilot project unit usaha sosial berbasis Baitul Maal (misal: peternakan kolektif, toko wakaf, workshop produksi).

  • Buat skema pembiayaan bertahap untuk usaha binaan dari zakat–infak ke Tamwil.

  • Manfaatkan hak amil dan hak nadzir sebagai sumber legal untuk operasional dan penguatan SDM.

  • Susun grand design kelembagaan di mana Baitul Maal tidak berdiri terpisah dari strategi bisnis BMT.


Berpindah dari Mode Bertahan ke Mode Bertumbuh

Saat dana sosial dikelola hanya untuk konsumsi, ia habis dalam hitungan hari. Tapi saat dikelola sebagai stimulus ekonomi, ia tumbuh dan menjadi sumber kekuatan baru.

Sudah saatnya pimpinan BMT mulai bergerak, bukan karena terdesak, tapi karena melihat peluang jangka panjang yang strategis dan syariah. Dana sosial bukan beban. Ia adalah aset pembangunan ekonomi umat—dan hanya akan produktif jika ditanam, bukan hanya dibagikan.