Mengapa Banyak Pimpinan BMT Tidak Melihat Potensi Besar di Baitul Maal?
Baitul Maal, secara struktur dan visi, merupakan bagian tak terpisahkan dari BMT. Namun dalam praktiknya, tidak sedikit Baitul Maal yang berjalan sekadar administratif, hanya untuk menyalurkan dana sosial secara formal, tanpa arah pengembangan yang jelas. Hal ini bukan sepenuhnya kesalahan pihak manapun—namun menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan pemahaman dan prioritas di dalam tubuh lembaga itu sendiri.
Artikel ini mengajak kita merefleksikan: mengapa potensi besar Baitul Maal belum banyak dilihat sebagai kekuatan strategis oleh sebagian pimpinan BMT?
1. Fokus Historis pada Tamwil sebagai Motor Ekonomi
Sejak awal berdiri, sebagian besar BMT memang lebih menekankan penguatan sektor Tamwil. Fokusnya wajar: pembiayaan, margin, dan pengelolaan simpanan merupakan aktivitas utama yang terlihat langsung hasilnya secara finansial.
Akibatnya:
- Unit Maal diposisikan sebagai pelengkap, bukan penggerak.
- Perhatian terhadap pengembangan program sosial lebih banyak bersifat insidental, bukan strategis.
- Dana ZISWaf belum dilihat sebagai aset jangka panjang yang bisa memperkuat ketahanan lembaga.
2. Kurangnya Referensi Praktik Baitul Maal yang Sukses
Banyak pimpinan yang rasional dan terbuka sebenarnya menunggu satu hal: bukti. Ketika belum banyak contoh nyata lembaga yang mengelola Baitul Maal secara produktif dan memberikan kontribusi nyata, maka wajar jika prioritas lebih banyak diberikan pada sektor yang sudah terbukti menghasilkan.
Namun ini bukan berarti Baitul Maal tidak potensial, melainkan menandakan bahwa kita butuh lebih banyak dokumentasi praktik baik (best practices), studi kasus, dan forum berbagi pengalaman lintas BMT.
3. Potensi Ekonomi Baitul Maal Masih Tersembunyi
Zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWaf) selama ini dikenal hanya dari sisi sosialnya. Padahal, dari sisi syariah dan keuangan, dana ini mengandung potensi sebagai:
- Sumber pendapatan sah melalui Hak Amil (12,5% zakat) dan Hak Nadzir (10% dari hasil pengelolaan wakaf).
- Aset stabil yang tidak bisa ditarik seperti simpanan anggota.
- Faktor pengungkit reputasi, karena kepercayaan publik cenderung meningkat terhadap lembaga yang peduli dan terbuka.
Tanpa penyadaran yang sistematis, potensi ini tidak akan muncul dalam agenda strategis pimpinan.
4. Pentingnya Perubahan Mindset: Dari Beban ke Aset
Selama Baitul Maal masih dilihat sebagai “kewajiban sosial” semata, maka pengembangannya akan tetap terbatas. Namun jika mulai dipandang sebagai unit yang mendukung keberlanjutan lembaga dan misi ekonomi umat, maka orientasi akan berubah.
Hal ini bukan soal teknis semata, tetapi persoalan visi. Dan perubahan visi tidak datang dari bawah—ia tumbuh melalui dialog, bukti, dan refleksi bersama.
Potensi yang Ada, Tinggal Menunggu Dikelola
Baitul Maal menyimpan potensi besar, bukan hanya sebagai sarana distribusi zakat dan sedekah, tetapi sebagai pilar kekuatan ekonomi umat berbasis keadilan sosial. Ketika pimpinan BMT mulai membuka ruang untuk memandang Baitul Maal sebagai aset strategis, maka di situlah awal dari perubahan besar akan dimulai.
Semoga artikel ini bisa menjadi bahan refleksi ringan namun bermakna bagi siapapun yang saat ini dipercaya memimpin lembaga keuangan syariah, terutama BMT. Karena di balik kesibukan angka dan laporan, ada kekuatan sosial-spiritual yang jika diberdayakan, dapat memperkuat fondasi lembaga secara menyeluruh.



