Perempuan Muslimah Pejuang

Selama ini, nama R.A. Kartini selalu dikaitkan dengan emansipasi perempuan. Padahal, di masa yang sama, banyak tokoh perempuan Muslimah yang bukan hanya menulis gagasan, tapi mendirikan sekolah, media, pesantren, dan organisasi sosial. Mereka adalah pelaku sejarah yang nyata, bukan hanya simbol gagasan.

Berikut ini para pahlawan Muslimah sezaman Kartini yang patut lebih dikenali:


1. Rahmah El Yunusiyyah (1900–1969) – Sumatra Barat

  • Pendiri sekolah perempuan modern pertama berbasis Islam: Diniyah Putri Padang Panjang (1923).

  • Sekolahnya terkenal sampai ke luar negeri, bahkan ulama Al-Azhar pun datang belajar ke sana.

  • Mengajarkan ilmu agama, keterampilan, dan kemandirian bagi perempuan.

  • Jadi perempuan pertama dari Asia Tenggara yang mendapat penghargaan dari Al-Azhar.


2. Rohana Kudus (1884–1972) – Sumatra Barat

  • Jurnalis perempuan pertama Indonesia.

  • Mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia dan menerbitkan majalah perempuan “Soenting Melajoe”.

  • Fokus pada pendidikan, literasi, dan pemberdayaan ekonomi perempuan Minangkabau.


3. Dewi Sartika (1884–1947) – Jawa Barat

  • Mendirikan sekolah Sakola Kautamaan Istri (1904), khusus bagi perempuan pribumi.

  • Kurikulum mencakup membaca, menulis, keterampilan rumah tangga, dan kesadaran sosial.

  • Pendidikan dilakukan dalam semangat adat Sunda dan nilai Islam.


4. R.A. Lasminingrat (1854–1948) – Garut

  • Menerjemahkan buku-buku Eropa ke bahasa Sunda untuk pendidikan perempuan pribumi.

  • Mendirikan Sekolah Keutamaan Istri (1907).

  • Pionir dalam pembelajaran dengan metode lokal untuk memudahkan perempuan memahami ilmu modern.


5. Tengku Fakinah (1856–1933) – Aceh

  • Pemimpin pasukan perempuan Aceh dalam perang melawan kolonial Belanda.

  • Dikenal sebagai “Srikandi dari Tanah Rencong”.

  • Mengorganisasi perlawanan rakyat dan mendirikan basis pendidikan serta semangat jihad perempuan.


6. Raja Aisyah binti Raja Sulaiman (1870–1926) – Riau-Lingga

  • Sastrawan dan pemimpin redaksi majalah perempuan “Bintang Timor”.

  • Mempromosikan pendidikan Islam dan akhlak untuk perempuan melalui karya tulis dan terbitan Melayu.

Baca Juga  Sudahkah Aku Menjadi Pemimpin yang Dirindukan?

7. Nyai Ahmad Dahlan (Siti Walidah) – Yogyakarta

  • Pendiri Aisyiyah, organisasi perempuan Islam tertua di Indonesia.

  • Memimpin pengajian perempuan, membuka sekolah-sekolah Islam untuk anak perempuan sejak 1917.

  • Memberikan ceramah umum kepada masyarakat—langka untuk perempuan pada zamannya.


Banyak Tokoh Hebat yang Dilupakan

Selain mereka, masih ada banyak Nyai Pesantren—seperti Nyai Nafisah (istri KH. Hasyim Asy’ari) dan Nyai Masruroh Munawwir—yang hidup sederhana tapi membesarkan generasi ulama besar, mengajar kitab kuning, dan mengelola pendidikan ribuan santri.


Kartini memang berperan penting dalam menyuarakan pendidikan perempuan, tapi ia bukan satu-satunya. Bahkan, banyak perempuan Muslimah lainnya melangkah lebih jauh—membangun, mengajar, memimpin, dan melawan.

Kini saatnya sejarah ditulis ulang dengan lebih adil:

Bahwa emansipasi bukan hanya gagasan Eropa, tapi telah hidup dalam ruh Islam dan budaya Nusantara, sejak lama