Mengapa Kita Harus Berpihak?

Dikisahkan SEMUT dan CICAK pada peristiwa Nabi Ibrahim AS dibakar hidup-hidup oleh Namrud menjadi cerminan yang relevan dalam zaman yang sering kali penuh dengan ketidakjujuran dan penyembunyian kebenaran. Dalam era di mana kejujuran tampaknya telah hilang, dan ketidakbenaran dipuja-puja sebagai kebenaran palsu, kita perlu mengevaluasi kepada siapa kita berpihak antara kebenaran dan kebathilan.

Dalam kisah tersebut, SEMUT berusaha dengan tekun membawa butiran air di ujung mulutnya dalam upaya memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim AS. Hal ini menjadi sorotan bagi banyak binatang, dan ada yang bertanya-tanya.

Salah satu burung bertanya kepada SEMUT,
“Wahai SEMUT, apa yang sedang kamu lakukan di sekitar kobaran api itu?” Semut menjawab dengan tekad,
“Aku mencoba memadamkan api agar Nabi Ibrahim AS tidak terbakar!”
Burung tersebut meragukan usaha SEMUT,
“Tapi setetes air yang ada di mulutmu tidak akan mampu memadamkan kobaran api yang sangat besar itu, bukan?”
Namun, SEMUT tetap teguh dalam niatnya,
“Aku tahu. Tapi dengan inilah aku menunjukkan dipihak siapa aku berada.”

Dalam pertarungan yang tak akan pernah berakhir antara kebenaran dan kebathilan, pilihan kita adalah berada pada sisi kebenaran dan menjadikan Allah sebagai pedoman utama dalam hidup kita.

Di sisi lain, CICAK ikut meniup api yang dibuat oleh Namrud agar semakin membesar. Memang tiupan CICAK tidak akan bisa membesarkan kobaran api itu, tapi dengan apa yang dilakukan CICAK itu semua akan tahu bahwa CICAK ada di pihak yang mana.

Akibat keberpihakannya ini, CICAK dianjurkan untuk dibunuh.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits: “Dari Sa’ad ibn Abi Waqqash bahwasannya Nabi Muhammad saw memerintahkan untuk membunuh cicak. Dan beliau menamakannya (cicak ini) hewan kecil yang fasik” (HR. Muslim).

Dahulu ia meniup api yang membakar Nabi Ibrahim as.” (HR. Bukhari)

Artikel ini mengingatkan kita untuk selalu berpihak pada kebenaran, menjauhi kebathilan, dan menjalani hidup dengan integritas dan komitmen pada ajaran agama. Pilihan kita adalah menjadi pembela kebenaran dan menjadikan Allah sebagai pedoman utama dalam hidup kita. Dengan begitu, kita dapat menjalani hidup dengan keyakinan, integritas, dan keberanian dalam menentukan sikap kita.