Catatan untuk Mereka yang Tidak Peduli dengan Nasib Palestina dan Negeri Islam Terjajah
Dunia menyaksikan—hari demi hari, bulan demi bulan—derita tak berkesudahan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina, Uyghur, Rohingya, Kashmir, dan berbagai negeri Islam lainnya. Mereka terus berjuang melawan penjajahan, ketidakadilan, dan penindasan, sementara sebagian dari kita… memilih diam.
Mungkin bukan karena benci. Boleh jadi karena merasa tak berdaya. Atau karena hati ini sudah terlalu lelah, lalu berkata, “Apa sih efeknya kalau saya sendiri yang peduli?”
Namun, mari kita ingat—Islam bukan hanya agama ibadah pribadi. Ia adalah ajaran tentang ukhuwah, kepedulian, dan pembelaan terhadap kebenaran.
- Ukhuwah Islamiyah: Kita Bersaudara Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perumpamaan kaum Mukminin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi adalah seperti satu tubuh; jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh turut merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim)
Dan beliau juga mengingatkan dalam sebuah hadis yang sering dikutip:
“Barang siapa tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka ia bukan bagian dari mereka.” (HR. Thabrani)
Meski hadis ini dinilai lemah oleh sebagian ulama, pesan moralnya tetap kuat: seorang Muslim tidak layak menutup mata terhadap penderitaan saudaranya.
- Keadilan Bukan Sekadar Pilihan, Tapi Kewajiban Allah ﷻ memerintahkan dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan serta memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, mungkar, dan permusuhan.” (QS. An-Nahl: 90)
Diam terhadap kezaliman adalah bentuk pembiaran. Dan membiarkan ketidakadilan terus berlangsung sama saja dengan menolak perintah Allah untuk menegakkan keadilan.
- Jangan Remehkan Doa dan Dukungan Sebagian kita merasa, “Saya cuma orang biasa. Tak bisa bantu apa-apa.” Tapi ketahuilah, dalam Islam:
“Doa adalah senjata bagi orang beriman.” (HR. Hakim)
Doa, dukungan moral, menyebarkan kesadaran, bahkan tindakan kecil seperti boikot, adalah bentuk kepedulian nyata. Jangan tunggu jadi tokoh besar atau aktivis panggung. Lakukan yang kita bisa.
- Boikot dan Aksi Kecil Itu Penting Memang ada yang beranggapan, “Ah, boikot sendirian, apa pengaruhnya?” Tapi mari renungkan:
- Efek Kolektif: Jika jutaan orang berpikir seperti itu, maka tidak ada apa-apa yang terjadi. Tapi jika jutaan bergerak bersama, dampaknya akan terasa. Bukankah perubahan selalu berawal dari gerakan kecil yang konsisten?
- Simbol Solidaritas: Boikot bukan cuma soal uang, tapi simbol bahwa kita tidak tinggal diam terhadap penindasan. Ini adalah pesan moral yang kuat.
- Menginspirasi Orang Lain: Tindakan kita mungkin sederhana, tapi bisa menggerakkan yang lain untuk peduli. Gelombang besar dimulai dari riak kecil.
- Lakukan yang Kita Mampu, Jangan Diam Sepenuhnya Dalam kaidah fikih, para ulama mengatakan:
“Idza lam yastathi’ al-makafulu kullahu, laa yaskutu ‘anhu fi’lu kullihi.”
Artinya: “Jika seseorang tidak mampu melakukan semuanya, maka jangan ditinggalkan seluruhnya.”
Kita mungkin tidak bisa membantu secara total. Tapi bukan berarti kita tidak bisa membantu sama sekali. Kirim doa. Edukasi orang terdekat. Berdonasi semampu kita. Hindari produk yang menyakiti saudara kita. Lakukan yang mampu kita lakukan.
- Jawaban bagi yang Beralasan: “Kasihan yang Kerja di Perusahaan Itu” Alasan seperti itu memang sering terdengar—yaitu kekhawatiran bahwa boikot produk yang terafiliasi dengan Israel bisa berdampak pada saudara-saudara kita sendiri yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut. Namun, ini bisa dijawab dengan beberapa poin berikut secara bijak dan adil:
- Fokus pada Sistem, Bukan Individu: Boikot bukan ditujukan kepada individu pekerja, tapi kepada sistem atau korporasi yang secara nyata mendukung penjajahan dan penindasan.
- Pekerjaan Bisa Dicari, Nyawa Tidak: Kita tentu peduli pada saudara-saudara kita yang bekerja di perusahaan-perusahaan itu. Namun, di Palestina dan negeri tertindas lainnya, yang dipertaruhkan adalah nyawa dan masa depan jutaan orang.
- Kesadaran dan Transisi: Boikot tidak harus frontal atau mendadak. Kita bisa mengurangi perlahan, sambil mengajak dialog dan memberi pemahaman kepada sesama agar bisa berpindah ke sektor yang lebih adil.
- Kaidah Fikih: “Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih” (Menghindari kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil manfaat).
- Belajar dari Sejarah: Boikot pernah menjadi alat efektif, seperti dalam melawan apartheid Afrika Selatan. Ada pengorbanan, tapi demi kemenangan bersama.
Kepedulian terhadap saudara sebangsa dan seiman yang bekerja di perusahaan tersebut tetap penting. Tapi kepedulian itu tidak boleh membungkam keadilan. Justru ini kesempatan untuk mengajak mereka berpikir dan berjuang bersama.
“Jika kita tidak bisa membantu Palestina secara langsung, jangan sampai kita justru menjadi bagian dari sistem yang menyakitinya.”
- Jangan Jadi Bagian dari Kebisuan yang Menyakitkan Imam Al-Ghazali pernah mengingatkan:
“Sebuah negeri akan hancur bukan hanya karena banyaknya orang jahat, tetapi karena diamnya orang-orang baik.”
Maka jangan diam. Karena diam kita bisa menyuburkan kezhaliman. Setidaknya, jadilah saksi yang berkata, “Aku tidak setuju.” Jadilah suara untuk mereka yang dibungkam. Jadilah bagian dari gelombang kebaikan yang terus bergerak.
Kepedulian Itu Bagian dari Iman
Hari ini mungkin kita merasa aman, jauh dari peluru dan penindasan. Tapi siapa tahu esok, kita yang membutuhkan kepedulian? Maka jangan tunda berbuat baik.
Buka hati. Ajak keluarga dan teman peduli. Lakukan sekecil apa pun. Karena di hadapan Allah, bukan seberapa besar yang kita lakukan—tetapi seberapa tulus dan serius kita melakukannya.
Semoga Allah ﷻ menjaga hati kita tetap lembut dan peka terhadap derita saudara-saudara kita.
Wallahu a’lam.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!