Entries by ULAZ MKU BMT ANDA

Syarat Evaluasi Kinerja yang Baik & Bahaya Jika Berubah Jadi Ajang Saling Menyalahkan

Evaluasi kinerja adalah momen penting dalam dunia kerja. Ia bukan sekadar rutinitas administrasi, melainkan sarana untuk memperbaiki diri, tim, dan organisasi. Namun, agar evaluasi benar-benar bermanfaat, ada beberapa syarat utama yang perlu diperhatikan.


✅ Syarat Evaluasi Kinerja yang Baik

1. Tujuan Jelas

Evaluasi harus punya arah. Apakah untuk:

  • Mengukur pencapaian target?

  • Memberi feedback?

  • Menentukan promosi atau kebutuhan pelatihan?

Kalau tujuannya kabur, hasil evaluasi akan ikut mengambang.

2. Kriteria Terukur & Objektif

Gunakan indikator jelas: KPI, target kerja, standar kualitas.
Hindari penilaian subjektif seperti, “saya merasa dia kurang rajin”.

3. Data Akurat & Lengkap

Penilaian harus berdasarkan fakta: laporan kerja, hasil nyata, atau observasi.
Bukan gosip, asumsi, atau kesan sesaat.

4. Keterbukaan & Kejujuran

Evaluasi harus dilakukan dengan transparansi.
Atasan dan karyawan sama-sama jujur melihat kekuatan dan kelemahan.

5. Dua Arah (Dialog, bukan Monolog)

Evaluasi bukan hanya atasan menilai.
Harus ada ruang bagi karyawan menyampaikan pendapat, tantangan, dan ide.

6. Konsistensi Waktu

Evaluasi dilakukan rutin (bulanan, triwulan, tahunan).
Bukan hanya saat ada masalah besar.

7. Fokus pada Perbaikan

Hasil evaluasi harus ditindaklanjuti: pelatihan, coaching, mentoring, atau penyesuaian target.
Evaluasi tanpa tindak lanjut hanya akan jadi formalitas.

8. Keadilan & Non-Diskriminatif

Semua dinilai dengan standar sama.
Tidak boleh ada diskriminasi atau perlakuan istimewa.

9. Lingkungan Kondusif

Evaluasi dilakukan dengan tenang dan tertutup, bukan untuk mempermalukan di depan banyak orang.
Gunakan bahasa yang membangun, bukan menyalahkan.

Jika semua syarat ini dipenuhi, evaluasi akan menjadi alat pengembangan diri dan organisasi, bukan sekadar formalitas.


⚠️ Bahaya Evaluasi yang Berubah Jadi Saling Menyalahkan

Sayangnya, sering kali evaluasi justru bergeser jadi arena mencari kambing hitam. Akibatnya sangat merugikan:

1. Hilangnya Tujuan Perbaikan

Fokus berpindah dari “bagaimana kita lebih baik” menjadi “siapa yang salah”.
Hasilnya? Solusi tidak tercapai, hanya debat kusir.

2. Turunnya Moral & Semangat Kerja

Karyawan jadi takut dievaluasi karena identik dengan dimarahi atau dipermalukan.
Motivasi turun, kerja hanya sebatas asal aman.

3. Rusaknya Hubungan Tim

Saling menyalahkan menumbuhkan rasa curiga, iri, bahkan permusuhan.
Alih-alih makin solid, tim justru renggang.

4. Budaya Tidak Sehat

Orang terbiasa menutup kesalahan ketimbang belajar darinya.
Muncul budaya defensif: saling menyalahkan demi menyelamatkan diri.

5. Tidak Ada Tanggung Jawab Pribadi

Jika fokus selalu “kamu salah”, orang enggan berkata: “saya salah apa ya?”
Padahal inilah kunci perbaikan berkelanjutan.


🌿 Mindset Sehat Saat Evaluasi

Agar evaluasi jadi ruang belajar, biasakan bertanya pada diri sendiri:

  • “Apa bagian saya dalam masalah ini?”

  • “Apa yang bisa saya lakukan lebih baik ke depan?”

  • “Apa solusi yang bisa kita jalankan bersama?”

Jika mindset ini dipegang, evaluasi tidak lagi jadi ruang saling serang, tetapi ruang tumbuh bersama.

Sudahkah Aku Menjadi Karyawan yang Baik? Refleksi Diri dengan Pertanyaan Sederhana

Setiap orang tentu ingin menjadi karyawan yang baik—bukan hanya sekadar datang, bekerja, lalu pulang. Seorang karyawan yang baik adalah mereka yang memberi nilai tambah bagi perusahaan, menjaga hubungan baik dengan rekan kerja, dan terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih profesional.

Namun, pertanyaannya: bagaimana kita tahu apakah diri kita sudah menjadi karyawan yang baik atau belum?
Jawabannya bisa kita temukan lewat refleksi diri. Dengan jujur bertanya pada diri sendiri, kita bisa menilai sejauh mana sikap dan kinerja kita di tempat kerja.

Berikut ini daftar pertanyaan reflektif yang bisa membantu kamu mengukur diri:


🔹 Tentang Kedisiplinan

  • Apakah aku datang tepat waktu dan menyelesaikan pekerjaan sesuai deadline?

  • Apakah aku memanfaatkan jam kerja dengan efektif, atau sering teralihkan hal lain?

🔹 Tentang Kinerja

  • Apakah tugasku hari/pekan ini tuntas dengan kualitas yang baik?

  • Apakah aku bekerja sesuai target yang ditetapkan atasan/organisasi?

  • Apakah aku berinisiatif mencari solusi, atau menunggu disuruh?

🔹 Tentang Sikap dan Etika

  • Apakah aku menjaga sopan santun dengan rekan kerja dan atasan?

  • Apakah aku bisa menerima kritik tanpa defensif?

  • Apakah aku menjaga kejujuran dan amanah dalam setiap tugas?

🔹 Tentang Kerjasama

  • Apakah aku mendukung tim ketika mereka butuh bantuan?

  • Apakah aku menghargai ide orang lain?

  • Apakah aku lebih sering membangun kerjasama atau justru menimbulkan konflik?

🔹 Tentang Pengembangan Diri

  • Apakah aku menambah keterampilan baru bulan ini?

  • Apakah aku belajar dari kesalahan sebelumnya?

  • Apakah aku lebih baik dibanding diriku yang kemarin?


🌿Muhasabah Karyawan Sejati

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini mungkin tidak selalu menyenangkan. Bisa jadi kita menemukan kelemahan yang selama ini tak kita sadari. Namun, justru dari situlah proses perbaikan dimulai.

Ingatlah, karyawan yang baik bukanlah yang sempurna, melainkan mereka yang mau terus belajar, memperbaiki diri, dan memberi manfaat bagi tim maupun organisasi.

Jadi, sudahkah kamu menjadi karyawan yang baik hari ini?


CATATAN PENTING: PERTANYAAN-PERTANYAAN DI ATAS DIBUAT UNTUK MENGOREKSI DIRI SENDIRI, BUKAN UNTUK MENGOREKSI ORANG LAIN. JANGAN SAMPAI SETELAH MEMBACA ARTIKEL INI, KAMU MALAH RAJIN MENCARI-CARI KELEMAHAN REKAN KERJA ATAU BAWAHANMU. REFLEKSI INI UNTUK DIRIMU, TERMASUK JIKA KAMU ADALAH SEORANG PIMPINAN.

🔎 Ilustrasi Singkat: Dua Sikap yang Berbeda

Karyawan Reflektif

  • Bertanya: “Apa yang bisa aku perbaiki dari diriku?”

  • Mengakui kesalahan pribadi dan berusaha memperbaikinya.

  • Fokus pada pertumbuhan diri dan kontribusi nyata.

Karyawan yang Suka Menyalahkan Orang Lain

  • Bertanya: “Siapa yang salah dalam masalah ini?”

  • Sibuk mencari kekurangan rekan kerja atau bawahan.

  • Stagnan, karena tidak pernah bercermin pada dirinya sendiri.

9 Tanda Anda Sedang Berhadapan dengan Pemimpin Toxic (dan Cara Mengatasinya)

Tidak semua pemimpin buruk terlihat jelas dari cara mereka marah, suka mengontrol, atau mengambil kredit orang lain. Sebagian justru tampil halus, namun dampaknya sama merusaknya.

Kalau Anda pernah merasa lelah, tidak dihargai, atau sering meragukan diri sendiri ketika bekerja, bisa jadi Anda sedang berhadapan dengan pemimpin toxic.

Berikut adalah tanda-tandanya beserta solusinya:


1. Memimpin dengan Rasa Takut, Bukan Kepercayaan

Penjelasan: Dalam kepemimpinan toxic, orang lebih banyak diam karena merasa tidak aman untuk berbicara. Kesalahan selalu dihukum, bukan dijadikan sarana belajar. Akhirnya, tim hanya bergerak karena takut, bukan karena motivasi.

Solusi:

  • Untuk tim: Catat ide, sampaikan dengan data, dan cari momen tepat untuk berbicara. Jika suasana benar-benar tidak aman, buat forum komunikasi alternatif antar rekan kerja.

  • Untuk pemimpin: Bangun budaya psychological safety—beri ruang orang lain untuk berpendapat tanpa takut dihukum. Jadikan kesalahan sebagai sarana belajar, bukan ancaman.


2. Mengambil Kredit, Melempar Kesalahan

Penjelasan: Saat berhasil, semua pujian ditarik untuk dirinya: “Itu karena saya.” Tapi ketika gagal, semua kesalahan dialihkan: “Itu salah kalian.” Kultur seperti ini membuat tim merasa tidak adil dan kehilangan semangat.

Solusi:

  • Untuk tim: Dokumentasikan kontribusi Anda dengan jelas (laporan, email resmi, notulensi).

  • Untuk pemimpin: Ucapkan “ini hasil kerja tim” ketika sukses, dan ambil tanggung jawab ketika gagal. Hal sederhana ini menumbuhkan loyalitas tim.


3. Mengontrol Secara Berlebihan (Micromanage)

Penjelasan: Setiap detail kecil harus lewat persetujuan mereka. Tidak ada ruang untuk otonomi, rasa memiliki, dan kepercayaan. Akibatnya, inovasi mati karena semua orang takut salah.

Solusi:

  • Untuk tim: Tawarkan laporan berkala agar pemimpin tetap mendapat update tanpa harus mengontrol detail.

  • Untuk pemimpin: Belajar mendelegasikan. Fokus pada hasil akhir, bukan detail proses yang bisa dikerjakan tim.


4. Menciptakan Kebingungan, Bukan Kejelasan

Penjelasan: Prioritas kerja tidak pernah jelas. Jika ada yang salah, tim selalu disalahkan. Ekspektasi dibuat kabur, namun karyawan dianggap selalu gagal memenuhi standar. Hal ini menimbulkan frustrasi dan stres berkepanjangan.

Solusi:

  • Untuk tim: Mintalah konfirmasi tertulis (via chat/email) tentang arahan atau prioritas agar ada bukti jelas.

  • Untuk pemimpin: Gunakan tujuan yang terukur (SMART Goals) dan komunikasikan dengan bahasa sederhana.


5. Menguras Energi, Bukan Memberikan Semangat

Penjelasan: Setiap interaksi dengan pemimpin toxic membuat tim merasa lelah, bukan termotivasi. Moral menurun, energi terkuras, dan pada akhirnya turnover karyawan semakin tinggi.

Solusi:

  • Untuk tim: Jaga kesehatan mental dengan membuat batasan (boundaries), misalnya waktu istirahat. Cari support system di luar kantor.

  • Untuk pemimpin: Jadilah energy giver—berikan apresiasi kecil, tunjukkan empati, dan rayakan pencapaian tim.


6. Bermain Favoritisme

Penjelasan: Ada orang-orang tertentu yang diperlakukan istimewa, sementara yang lain diabaikan. Politik kantor lebih dihargai daripada kinerja nyata. Akibatnya, suasana kerja jadi tidak sehat dan penuh ketidakadilan.

Solusi:

  • Untuk tim: Fokus pada kinerja dan pastikan pencapaian Anda tercatat. Jangan terjebak drama politik kantor.

  • Untuk pemimpin: Terapkan sistem penilaian berbasis data/kinerja, bukan kedekatan pribadi.


7. Menghalangi Pertumbuhan

Penjelasan: Tidak ada pembinaan, mentoring, atau jalur karier yang jelas. Orang-orang terbaik akhirnya pergi mencari tempat lain yang lebih sehat, sementara yang bertahan hanya berhenti berusaha.

Solusi:

  • Untuk tim: Cari kesempatan belajar di luar (kursus online, komunitas, mentoring informal). Jangan biarkan diri berhenti berkembang.

  • Untuk pemimpin: Jadilah coach, bukan sekadar boss. Sediakan ruang pengembangan diri—karena tim yang berkembang akan membuat organisasi tumbuh lebih besar.

8. Abai (Toxic Neglect)

Penjelasan: Tidak ada arahan, visi, atau bimbingan. Inovasi dan belajar dibiarkan terserah. Tapi ketika ada kesalahan, bawahan disalahkan. Ini adalah bentuk kepemimpinan abai (laissez-faire toxic leadership) yang sama berbahayanya.

Solusi:

  • Untuk tim: Buat standar kerja sendiri dan dokumentasikan langkah yang diambil agar ada dasar pertanggungjawaban.

  • Untuk pemimpin: Hadir sebagai “kompas” bagi tim. Beri arahan yang jelas, damping tim, dan jangan hanya muncul saat menyalahkan.

9. Ego-driven Leadership

Segala tindakan didorong oleh ego dan citra, bukan kebutuhan organisasi

⚠️ Dampaknya:

  • Tim kehilangan kepercayaan, karena merasa hanya dijadikan “alat pencitraan.”

  • Masalah nyata organisasi sering diabaikan.

  • Kultur organisasi menjadi dangkal: lebih mementingkan “tampak baik” daripada benar-benar baik.

Solusi:

  • Untuk tim: sadar bahwa motivasi pemimpin seperti ini sulit diubah. Lindungi diri dengan bekerja profesional sesuai standar, jangan ikut terjebak dalam permainan citra.

  • Untuk pemimpin: belajar servant leadership → menempatkan kepentingan tim dan organisasi di atas kepentingan pribadi. Reputasi yang sehat tumbuh alami dari kinerja nyata, bukan pencitraan

Pemimpin yang hebat membangun tim dan menumbuhkan orang-orangnya. Sebaliknya, pemimpin toxic menghancurkan potensi.

Kalau Anda menemukan tanda-tanda ini:

  1. Lindungi diri dengan cara yang sehat (batasan, dokumentasi, support system).

  2. Fokus pada pertumbuhan pribadi meskipun lingkungan kerja tidak mendukung.

  3. Jika semua cara buntu, jangan takut mencari lingkungan baru yang lebih sehat.

Karena pada akhirnya, lingkungan kerja yang sehat bukan sekadar soal target tercapai, tetapi bagaimana manusia di dalamnya bisa berkembang dengan aman, adil, dan bermakna.


👉 Menurut Anda, solusi mana yang paling relevan diterapkan di tempat kerja Anda saat ini?

Mengapa yang Islami Malah Tidak Lebih Islami?

Fenomena yang Membuat Geleng Kepala

Kita sering mendengar kalimat yang cukup menohok di masyarakat:

  • “Mending ga pakai jilbab tapi jujur, daripada pakai jilbab tapi korupsi.”

  • “Mending sekolah umum, di pesantren malah ga benar.”

  • “Mending lembaga umum, yang syariah malah ga profesional.”

Kalimat-kalimat itu lahir bukan dari ruang kosong. Ada pengalaman pahit dan kekecewaan nyata yang membuat orang membandingkan antara yang berlabel “Islami” dengan yang umum. Ironisnya, sering kali yang umum justru tampil lebih rapi, amanah, dan profesional.


Islam Itu Sempurna, Kita yang Belum

Islam memadukan dua hal: ibadah ritual (shalat, zakat, jilbab) dan akhlak sosial (jujur, adil, amanah).

Sayangnya, banyak yang hanya menonjolkan simbol. Jilbab dipakai, label syariah ditempel, pesantren berdiri—tapi akhlak dan tata kelola diabaikan. Padahal Rasulullah ﷺ diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.

Maka, ketika ada orang non-muslim atau lembaga umum yang lebih jujur dan profesional, itu bukan karena Islam kalah, melainkan kita—umat Islam—yang belum menampilkan wajah Islam seutuhnya.


Mengapa Bisa Begitu?

Ada beberapa akar masalah yang membuat “yang Islami” tidak selalu tampak lebih Islami:

  1. Fokus pada simbol, lupa substansi
    Nama “syariah” dipakai, tapi sistem dan manajemen seadanya.

    🔎 Contoh: Ada koperasi syariah yang gencar promosi, tapi laporan keuangannya tidak pernah terbuka. Akhirnya masyarakat justru lebih percaya pada koperasi umum yang transparan dan rutin menyampaikan laporan.

  2. SDM belum siap
    Banyak lembaga syariah lahir dari semangat dakwah, tapi tidak dibekali skill manajerial.

    🔎 Contoh: Sebuah pesantren punya niat baik membuka unit usaha, tapi karena pengelola tidak memahami akuntansi modern, usaha malah kolaps. Sementara itu, warung kecil milik masyarakat umum bisa bertahan karena dikelola disiplin.

  3. Mindset tradisional
    Pengelolaan lembaga syariah sering masih manual, penuh pendekatan kekeluargaan, tanpa SOP jelas.

    🔎 Contoh: Lembaga zakat di sebuah daerah masih mencatat donasi di buku tulis, tanpa sistem digital. Donatur jadi ragu, sementara lembaga umum sudah pakai aplikasi real-time yang bisa dicek transparansinya.

  4. Enggan belajar dari yang maju
    Ada rasa “gengsi” untuk meniru manajemen profesional lembaga umum, seolah-olah itu mengurangi kesyariahan.

    🔎 Contoh: Bank syariah di daerah kecil masih bergantung pada sistem manual karena dianggap “lebih sederhana”, padahal bank konvensional sudah lama beralih ke digitalisasi. Akhirnya, pelayanan syariah terasa lamban dan tidak kompetitif.


Dampaknya di Masyarakat

  • Hilangnya kepercayaan. Orang lebih memilih lembaga umum karena lebih aman dan terpercaya.

  • Simbol agama tercoreng. Label syariah dianggap tidak menjamin kualitas.

  • Potensi umat tersia-siakan. Dana, SDM, dan kesempatan yang seharusnya jadi kekuatan Islam malah lari ke lembaga umum.


Seharusnya Bagaimana?

Kita tidak bisa memilih antara akhlak atau syariat. Keduanya satu paket.

  • Lebih unggul dari yang umum. Motivasi iman, amanah, barokah, dan hisab akhirat seharusnya menjadikan lembaga Islami lebih kuat.

  • Transparan dan akuntabel. Profesionalisme adalah bagian dari amanah.

  • Berani belajar. Gunakan standar manajemen modern, isi dengan ruh Islam.


Cermin untuk Kita

Fenomena “mending umum daripada syariah” bukan sekadar sindiran, tapi alarm. Kalau yang umum bisa lebih profesional, kenapa kita yang membawa nama Islam tidak bisa lebih unggul?

Islam tetap sempurna. Tapi umatnya harus berani membuktikan bahwa “yang Islami” benar-benar lebih Islami—bukan hanya di nama, tapi juga di akhlak, sistem, dan profesionalitas.

KEBAIKAN ANDA MENEMANI MEREKA DI BULAN MULIA

KEBAIKAN ANDA MENEMANI MEREKA DI BULAN MULIA
Laporan Penyaluran Donasi Muharram – Program Santunan Yatim dan Kegiatan Bersama Anak Yatim


Muharram adalah bulan istimewa untuk memuliakan anak yatim. Dan Alhamdulillah, berkat kebaikan para donatur, ULAZ MKU ANDA telah menyalurkan amanah donasi kepada anak-anak yatim yang membutuhkan.

Berikut rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan:

🛍️ 5 Juli 2025 – Belanja dan Makan Bersama Anak Yatim (Semarang)

Sebanyak 6 anak yatim diajak untuk belanja perlengkapan sekolah di ADA Swalayan Siliwangi, Semarang. Mereka memilih sendiri alat tulis, bermain di playground swalayan, membeli jajanan, dan ditutup dengan makan bersama di pujasera lantai 3. Acara berlangsung selama 5 jam penuh keceriaan — anak-anak begitu bahagia, puas, dan merasa sangat diperhatikan.

🍽️ 11 Juli 2025 – Makan Bersama & Santunan Yatim (Klaten)

Bertempat di Rumah Makan Sendang Pengilon Klaten, sebanyak 50 anak yatim mendapatkan santunan berupa bingkisan dan uang tunai. Acara juga diisi dengan:

  • Penyuluhan gigi dari Klinik ULAZ MKU Safinah Klaten

  • Games seru bersama Kak Dimas

Anak-anak tidak hanya pulang membawa hadiah, tapi juga pengalaman yang menyenangkan dan edukatif.

🎁 19 Juli 2025 – Santunan dan Dongeng Yatim (Semarang)

Diadakan di Kantor Pusat BMT ANDA Kota Semarang, acara ini dihadiri 20 anak yatim. Mereka mendapatkan uang saku dan bingkisan, dan sebelumnya diajak menyimak dongeng bertema hijrah bersama Kak Nabila yang sangat menginspirasi.


💌 Terima kasih kepada seluruh donatur yang telah menghadirkan senyuman dan harapan bagi mereka.

Namun perjuangan belum selesai…
Masih banyak anak yatim yang belum tersentuh bantuan. Mereka menanti kehadiran orang-orang seperti Anda — yang peduli, yang tulus, yang siap hadir menjadi pelindung dan penyayang mereka.

🤲 Dengan Rp 100.000 saja, Anda bisa membantu satu anak yatim mendapatkan kebahagiaan, perlengkapan, dan perhatian yang mereka butuhkan.
📌 Klik di sini untuk berdonasi: ulazmkuanda.com/donasi-anak-yatim

📆 Program santunan yatim ini tidak berhenti di bulan Muharram. Anda bisa membersamai mereka kapan saja. Karena menyayangi anak yatim bukan hanya tugas sesaat, tapi ladang pahala yang abadi.

Jadilah bagian dari #KebaikanYangTerusTumbuh 💚

Semoga setiap rupiah yang Anda titipkan menjadi pelindung di dunia dan pemberat amal di akhirat. Aamiin.

Ketika Pimpinan Perusahaan Mengajukan Syarat Ganda: Sahkah Secara Syariah dan Etika Profesional?

“Ketika amanah disyaratkan, dan syarat itu justru menggerus amanah itu sendiri, masihkah sah secara moral dan syariah?”

Dalam proses rekrutmen manajer atau direktur di sebuah perusahaan, tidak jarang muncul negosiasi dari calon pimpinan seperti:

“Saya bersedia menjadi pemimpin, asal tetap diberi keleluasaan untuk mengelola bisnis pribadi saya di luar perusahaan.”

Sepintas, syarat ini tampak masuk akal. Bukankah setiap orang memiliki hak untuk berwirausaha? Namun dalam kacamata fikih muamalah, etika kepemimpinan, dan kaidah hukum syariah, syarat seperti ini perlu dikaji secara mendalam: apakah ia sah dan dibenarkan, atau justru bertentangan dengan esensi akad dan amanah jabatan?


📌 Syarat dalam Akad: Boleh, Tapi Ada Batasnya

Dalam fikih muamalah, ulama membedakan antara syarat yang lazim (dibenarkan) dan syarat yang fasid (rusak). Suatu syarat dianggap fasid jika:

  1. Bertentangan dengan tujuan utama akad (muqtadha al-‘aqd),

  2. Menyebabkan kerugian pada salah satu pihak,

  3. Menghilangkan manfaat akad secara substansi.

Ibnu Qudamah menjelaskan:

“Syarat yang bertentangan dengan maksud utama akad (muqtadha al-‘aqd) adalah syarat yang tertolak, dan dapat merusak keabsahan akad.”
(Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Bab Syarat dalam Akad)

Contohnya, jika seorang calon pemimpin perusahaan mengajukan syarat agar tetap bisa menjalankan usaha pribadi, maka perlu dievaluasi: apakah syarat ini akan mengganggu pelaksanaan amanah? Apakah ini akan mengurangi performa kepemimpinannya? Apakah hal ini merugikan perusahaan dan tim di bawahnya?


⚖️ Syarat Ganda dan Dampaknya pada Performa Kepemimpinan

Jika pemimpin tidak bisa hadir sepenuhnya karena fokus terbagi dua, maka dampaknya bisa serius:

  • Keputusan strategis tertunda,

  • Karyawan kehilangan arah,

  • Organisasi kehilangan figur teladan,

  • Potensi kemajuan perusahaan tidak tercapai,

  • Kesejahteraan tim ikut terhambat.

Secara fikih, ini mencerminkan syarat yang tidak menciptakan maslahat, justru membawa mafsadat (kerusakan).

Lebih jauh lagi, dalam beberapa kasus, seorang pimpinan mengklaim bahwa dirinya telah melaksanakan tugas sesuai kesepakatan awal. Namun jika fakta lapangan menunjukkan bahwa kesalahan masa lalu berulang, prosedur dilanggar, relasi orang dalam mengalahkan kelayakan objektif, dan risiko sistemik dibiarkan tumbuh—maka itu bukan bentuk amanah, melainkan kelalaian terstruktur yang dibungkus pembenaran formal.

Dalam kaidah usul fikih dikenal: “Al-ghayah la tubarriru al-wasilah” — tujuan baik tidak membenarkan cara yang batil. Maka meskipun seseorang merasa telah mendatangkan pemasukan besar untuk perusahaan, jika itu dilakukan melalui jalur yang merusak prosedur dan menyebabkan pembiayaan bermasalah, maka klaim keberhasilan itu tidak sah secara syariah maupun etika. Sebab syariah tidak hanya menilai dari hasil jangka pendek, tapi juga dari keberlangsungan dan keberkahan sistem secara menyeluruh.


📚 Prinsip Etika Profesional dalam Islam

Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang jika melakukan suatu pekerjaan, ia melakukannya dengan itqan (sungguh-sungguh/profesional).”
(HR. Thabrani)

Itqan (profesionalisme) adalah prinsip penting dalam Islam. Ketika seseorang menerima jabatan sebagai pemimpin, maka ia tidak hanya menandatangani kontrak kerja, tetapi juga memikul amanah yang besar di hadapan Allah dan manusia.


✅ Prinsip DSN-MUI: Amanah dan Keadilan

Meskipun tidak secara spesifik mengatur akad kerja, Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah memberikan prinsip yang relevan, yaitu:

“Setiap mitra dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.”
(Fatwa DSN-MUI No. 08 Tahun 2000, Ketentuan 2.d)

Dan dalam hadis yang dijadikan dasar fatwa:

“Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati yang lainnya. Jika salah satu berkhianat, maka Aku keluar dari antara mereka.”
(HR. Abu Daud, dishahihkan oleh al-Hakim)

Meskipun fatwa ini membahas akad musyarakah (kerjasama bisnis), nilai-nilai dasar seperti amanah, transparansi, dan larangan menyimpang dari wewenang berlaku universal, termasuk dalam konteks pemimpin lembaga atau perusahaan.


Sah Secara Hukum, Belum Tentu Berkah

Tidak semua yang sah di atas kertas akan membawa keberkahan di lapangan. Syarat jabatan yang merugikan perusahaan, melemahkan performa tim, dan mengabaikan amanah kepemimpinan, sejatinya bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Jika ingin keberkahan, maka setiap pemimpin harus hadir sepenuh hati. Totalitas adalah syarat utama keberhasilan—baik dalam logika manajemen modern, maupun dalam neraca timbangan akhirat.

MEMBANGUN KELAS, MENUMBUHKAN HARAPAN

Laporan Penyaluran Donasi Pembangunan MI Zam Zam – Kandri, Gunungpati, Semarang


Satu ruang kelas bukan sekadar bangunan… tetapi tempat lahirnya harapan dan cahaya ilmu.

MI Zam Zam, sebuah madrasah swasta yang menggratiskan biaya sekolah bagi seluruh muridnya, mengalami tantangan besar di tahun ajaran baru ini. Dengan total 98 santri dan tambahan 36 siswa baru, fasilitas ruang kelas yang hanya tersedia 5 lokal (kelas 1–5) tidak lagi mencukupi.

Kondisi semakin mendesak karena kelas 5 selama ini belajar di ruangan kecil di pojok gedung, yang jauh dari kata layak. Bahkan, untuk menyambut siswa baru, MI Zam Zam belum memiliki fisik ruang kelas tambahan.

Namun, berkat kebaikan para donatur, sebuah titik terang mulai hadir. Melalui donasi sebesar Rp 2.000.000 yang telah disalurkan, pembangunan ruang kelas baru pun dimulai sedikit demi sedikit. Alhamdulillah, pembangunan satu ruang kelas baru telah dimulai—meskipun masih sangat sederhana. Bantuan yang berasal dari donatur umum ini menjadi langkah awal yang sangat berarti.

Guru-guru di MI Zam Zam bukan hanya mengajar, mereka mengabdi. Dengan honor hanya sekitar Rp 400.000 per bulan, mereka tetap semangat karena melihat antusiasme anak-anak belajar dan berharap pada keberkahan dari ilmu yang ditanamkan.

Kelas baru ini masih membutuhkan banyak dukungan.
Saat ini, pembangunan masih berlanjut dan fasilitas yang belum tersedia antara lain:

  • Atap yang permanen

  • Pagar pembatas yang aman

  • Fasilitas toilet yang memadai

  • Tembok Pembatas Kelas yang standar

📌 Donasi untuk pembangunan MI Zam Zam masih terus dibuka.
Setiap dukungan Anda adalah bagian dari upaya membangun masa depan generasi Qur’ani.

Mari terus membersamai MI Zam Zam untuk mencetak anak-anak berilmu dan berakhlak mulia, walau dari ruang kelas yang sederhana.

🤲 Dukung Pembangunan MI Zam Zam bersama ULAZ MKU ANDA.
Semoga setiap batu yang terpasang, setiap seng yang dibeli, menjadi pemberat amal kita di akhirat. Aamiin.

Kebaikan Anda, Tenaga Untuk Hijrah

Mesin Genset untuk Relawan Hapus Tato Gratis

Saat semangat hijrah menguat, terkadang kendala teknis justru menghambat langkah. Seperti listrik padam di tengah antrean puluhan peserta hapus tato.

Itulah yang sering kami alami dalam kegiatan Hapus Tato Gratis. Saat antrean peserta membludak, mencapai 20 hingga 30 orang, kadang tiba-tiba listrik padam. Padahal mesin laser penghapus tato hanya bisa bekerja dengan daya listrik tinggi dan stabil. Bahkan di beberapa tempat yang mengundang tim relawan kami, tidak tersedia daya listrik yang memadai sama sekali.

Alhamdulillah, berkat bantuan donasi dari para dermawan, kami kini memiliki 1 unit mesin genset yang siap membantu keberlangsungan kegiatan ini. Genset ini menjadi penyelamat di saat darurat, memungkinkan kegiatan tetap berjalan meski listrik PLN terputus atau tidak tersedia.

🔌 Genset ini tidak hanya menyalakan mesin, tapi juga menyalakan harapan. Harapan bagi saudara-saudara kita yang ingin berubah, yang ingin meninggalkan masa lalu kelam dan memulai hidup baru tanpa jejak tato di tubuh mereka.

Program Hapus Tato Gratis kami hadir karena mahalnya biaya penghapusan tato di tempat umum — bisa mencapai Rp 2,5 juta hanya untuk 3 kali sesi, dan itu tidak terjangkau oleh banyak saudara kita yang tengah berhijrah.

Dengan semangat dakwah dan kemanusiaan, ULAZ MKU ANDA mendukung para relawan yang menjalankan kegiatan ini secara rutin, tanpa bayaran, hanya untuk melihat senyum bahagia dari mereka yang berhasil menghapus masa lalunya.

Kami mengajak Anda untuk terus membersamai perjuangan ini. Bukan hanya mendukung pengadaan alat dan operasional kegiatan, tetapi juga program-program lainnya seperti:
🤲 Rumah Qur’an untuk Anak dan Lansia
🚑 Ambulans Peduli
💼 Pemberdayaan Ekonomi Dhuafa
🌾 Zakat, Fidyah, dan Santunan Kemanusiaan

📌 Mari terus menjadi bagian dari #KebaikanYangTerusTumbuh.
Karena satu alat yang menyala hari ini, bisa menjadi titik terang bagi perjalanan hijrah seseorang.

🧡 Terima kasih atas dukungan Anda. Semoga setiap kontribusi menjadi pemberat amal di yaumil hisab. Aamiin

Menutupi Aib Itu Bukan Munafik, Tapi Tanda Iman

Di zaman sekarang, makin banyak orang salah paham soal arti munafik. Salah satu kesalahpahaman yang sering muncul adalah:

“Mending terang-terangan aja berbuat dosa, daripada pura-pura baik padahal dosanya sama. Jangan munafik, deh!”

Ucapan seperti ini terdengar seperti kejujuran, padahal sebenarnya keliru besar dalam memahami iman, dosa, dan munafik adalah apa.


1. Arti Munafik yang Sebenarnya

Banyak yang menyangka, kalau seseorang menyembunyikan dosanya, berarti dia termasuk orang munafik. Padahal dalam Islam, arti munafik adalah orang yang secara lahir mengaku beriman tapi hatinya kufur — inilah yang disebut munafik akbar.

Selain itu ada juga munafik kecil (ashghar), yaitu seorang muslim yang punya sifat-sifat kemunafikan, seperti:

Nabi ﷺ bersabda:
“Tanda (ciri orang munafik) ada tiga: jika berbicara, dia berdusta; jika berjanji, dia mengingkari; dan jika dipercaya, dia berkhianat.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Jadi, ciri-ciri orang munafik itu bukan sekadar karena ia menyembunyikan dosa. Tetapi karena ada kontradiksi antara ucapan, janji, dan amanah dengan tindakannyabukan karena rasa malu atas dosa yang ia lakukan.


2. Malu Menutupi Dosa Itu Justru Tanda Iman

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Malu adalah bagian dari iman.”
(HR. Muslim)

Seseorang yang masih malu dengan dosa, berusaha menyembunyikan aib, dan tidak ingin menjadi contoh buruk di hadapan orang lain, justru menunjukkan bahwa imannya masih hidup. Ia tidak termasuk ciri munafik, tapi seorang hamba yang sedang berjuang menahan nafsu dan memperbaiki diri.


3. Allah Mencintai Hamba yang Menutupi Aib

Nabi ﷺ bersabda:
“Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.”
(HR. Muslim)

Kalau menutupi aib orang lain itu mulia, maka menutupi aib sendiri lebih utama lagi. Islam bukan mengajarkan untuk “bangga dengan dosa,” melainkan mengajarkan taubat, rasa malu, dan perbaikan diri.


4. Terang-Terangan Berbuat Dosa Itu Lebih Buruk

Nabi ﷺ bersabda:
“Setiap umatku akan dimaafkan kecuali mereka yang terang-terangan dalam maksiat…”
(HR. Bukhari & Muslim)

Orang yang bangga dan terang-terangan berbuat dosa menunjukkan bahwa:

  • Ia tidak punya rasa malu kepada Allah.

  • Ia merusak moral masyarakat.

  • Ia justru menarik orang lain ikut dalam dosa.

Inilah yang lebih dekat dengan contoh orang munafik, karena hatinya tidak lagi merasa bersalah, tapi justru mengajak orang lain mengikuti perbuatan buruknya.


5. Meluruskan Kalimat “Apa yang Diucapkan Berbeda dengan Isi Hatinya”

Kalimat ini sering dijadikan senjata untuk menyudutkan orang yang berdosa tapi masih menasihati.
Padahal, kalimat ini bukan hadits, melainkan penafsiran dari ayat Al-Qur’an, yaitu:

“Dan di antara manusia ada yang berkata: ‘Kami beriman kepada Allah dan hari akhir,’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”
(QS. Al-Baqarah: 8)

Itulah munafik artinya: berpura-pura beriman, padahal hatinya menolak dan membenci iman. Kalimat itu tidak tepat digunakan untuk:

  • Menyerang orang yang sedang berjuang menahan dosa.

  • Menyudutkan seseorang yang menutupi aibnya karena malu.

  • Menuduh seorang muslim sebagai orang munafik hanya karena ia belum sempurna.


6. Contoh Orang Munafik yang Sesungguhnya

Dalam sejarah, contoh orang munafik paling jelas adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.
Ia:

  • Mengaku muslim.

  • Ikut shalat dan bergaul dengan kaum Muslimin.

  • Tapi diam-diam membenci Rasulullah ﷺ dan Islam.

Inilah ciri-ciri munafik sejati — ia bukan sekadar pendosa, tapi pembenci kebenaran yang menyamar sebagai orang beriman.


🟩 Kesimpulan

Perilaku Penilaian Islam
Menyembunyikan dosa, malu, ingin berubah Tanda iman, bukan munafik
Bangga dengan dosa, terang-terangan Dosa besar, ciri kekerasan hati
Menasihati walau belum sempurna Sah, selama disertai niat taubat
Menuduh orang lain munafik karena berdosa diam-diam Dosa lisan & tidak bijak

📝 Penutup

“Allah menutup aibmu bukan agar kamu nyaman dalam dosa, tapi agar kamu punya waktu untuk taubat.”

Jangan tertipu dengan slogan “mending terang-terangan aja.”
Menutupi dosa bukanlah kemunafikan, tapi bukti bahwa hati masih malu, iman masih hidup, dan harapan taubat masih menyala

Untukmu yang Sedang Terjebak dalam Kesulitan, Allah Masih Menyayangimu

Mungkin Hidupmu Tidak Seindah yang Kamu Harapkan

Ada orang yang hidupnya mudah,
ada pula yang harus berjalan di jalan yang berat,
bahkan melewati lorong-lorong gelap yang tidak pernah ia pilih.

Mungkin kamu sedang berada di jalan yang berat itu.
Bukan karena kamu ingin,
tetapi karena hidup membawamu ke sana.

Tapi percayalah,
Allah tahu persis apa yang sedang kamu alami.
Dia tidak pernah tertidur, Dia tidak pernah lalai.

🌌 Allah Tidak Pernah Menutup Pintu-Nya

Meskipun manusia memandangmu rendah,
Allah tetap membuka pintu-Nya seluas-luasnya untukmu.

Firman Allah:

“Janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa.”
(QS. Az-Zumar: 53)

Ya, Allah mengampuni dosa zina, dan semua dosa lain yang kamu sesali dan ingin tinggalkan.
Selama kamu masih berharap ampunan-Nya, pintu itu masih terbuka.
Jangan pernah berpikir bahwa kamu terlalu kotor untuk kembali. Ampunan dosa zina itu nyata bagi siapa pun yang memintanya dengan tulus.

🌱 Hati yang Menjaga Kebaikan Masih Dicintai Allah

Mungkin kamu tidak bisa keluar dari keadaanmu sekarang.
Tapi jangan biarkan hatimu ikut larut dalam dosa.
Badanmu boleh terjebak, tapi hatimu tetap bisa bersinar.

Kamu masih bisa melakukan amalan menghapus dosa zina, seperti:

  • Shalat walau sebentar,

  • Beristighfar dalam hati,

  • Membaca doa-doa yang menenangkan jiwa,

  • Memohon agar dosa zina diampuni oleh Allah, karena kamu tidak menginginkannya.

Kecil di mata manusia,
tapi besar nilainya di sisi Allah

🔓 Allah Lebih Besar Dari Semua Kesulitanmu

Mungkin kamu pernah berpikir:
“Bagaimana aku bisa keluar dari keadaan ini?”
“Semua jalan terasa tertutup.”
“Kalaupun aku berubah, aku takut hidupku makin sulit.”

Aku tidak akan bilang hidupmu mudah.
Keadaanmu sekarang memang berat.
Tapi ingatlah, tidak ada yang lebih besar dari pertolongan Allah.

Kalau Allah sudah berkehendak menolongmu,
tidak ada siapa pun yang bisa menghentikan-Nya.
Tidak ada masalah yang terlalu besar bagi Allah.
Tidak ada kesulitan yang terlalu rumit untuk Allah selesaikan.

Allah berfirman:

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”
(QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Tugasmu sekarang bukan memaksakan diri mencari jalan yang belum kelihatan,
tetapi menjaga hatimu tetap dekat kepada Allah.
Teruslah berdoa, teruslah berharap, dan bersabarlah menunggu waktu yang Allah siapkan.

Mungkin suatu hari Allah akan mengirimkan pertolongan dari arah yang tidak pernah kamu bayangkan.
Mungkin hatimu akan Allah kuatkan di waktu yang tepat.
Atau mungkin nanti akan ada jalan yang lebih baik, yang sekarang belum kamu lihat.

Yang penting, jangan padamkan harapan itu di hatimu.

⚖️ Allah Maha Tahu Mana yang Terpaksa, Mana yang Sengaja

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku dari kesalahan, kelupaan, dan apa yang mereka lakukan karena dipaksa.”
(HR. Ibnu Majah)

Kalau hari ini kamu masih terjebak dalam sesuatu yang kamu benci,
Allah tahu itu bukan pilihanmu.
Allah tahu kamu ingin keluar dari keadaan ini, walaupun belum tahu bagaimana caranya.

Jangan biarkan setan membisikkan,
“Aku sudah kotor, percuma berdoa.”

Itu dusta.

Selama kamu masih mau berdoa dan berharap,
dosa zina bisa diampuni, selama kamu tidak ridha dengan perbuatan itu dan memohon ampunan-Nya.

🙏 Doa untuk Hati yang Sedang Lelah

Kalau kamu bingung harus berkata apa dalam doamu,
katakan saja seperti ini:

“Ya Allah, ampuni aku.
Jika aku terjatuh dalam dosa zina karena terpaksa dan lemah,
maka hanya Engkau yang mampu mengampuni dan menyelamatkanku.
Jadikan aku hamba yang Engkau bersihkan dengan ampunan-Mu,
dan kuatkan aku untuk meninggalkan dosa itu.
Tuntun aku melakukan amalan penghapus dosa zina,
dan gantikan hidupku dengan jalan yang halal dan Engkau ridai.
Aamiin.”

Hidupmu belum selesai.
Hari ini kamu mungkin masih dalam kesulitan,
tapi Allah tidak akan meninggalkanmu selamanya.

Terus jaga hatimu.
Terus minta pertolongan kepada-Nya.
Suatu hari nanti, jalan itu akan terbuka, dengan cara yang mungkin belum kamu bayangkan hari ini.